HOMO, VIDEO CLIP BOKEP, MEMEK BECEK, BOKEP INDO, BOKEP TERABOX, BOKEP VIRAL, BOKEP SIMONTOK, BOKEP TERBARU, BOKEP BARAT, BOKEP JEPANG NO SENSOR, MASSIVE TITS, MASSIVE BOOBS, BOKEP JEPANG, MEMEK CANTIK, FILM BOKEP, CEWEK SANGE, XNXX,GRILS,WARM, VAGINA, GAY

homo, video clip bokep, memek becek, bokep indo, bokep terabox, bokep viral, bokep simontok, bokep terbaru, bokep barat, bokep jepang no sensor, massive tits, massive boobs, bokep jepang, memek cantik, film bokep, cewek sange, xnxx,grils,warm, vagina, gay

homo, video clip bokep, memek becek, bokep indo, bokep terabox, bokep viral, bokep simontok, bokep terbaru, bokep barat, bokep jepang no sensor, massive tits, massive boobs, bokep jepang, memek cantik, film bokep, cewek sange, xnxx,grils,warm, vagina, gay

Blog Article

Cerita Dewasa Bercinta Dengan Istri Calon Orang ini akan kita bagikan kepada anda para pembaca setia website dewasa, desahan manja – Kejadian ini terjadi sekitar five bulan lalu dan yang aku ingat hubungan Eksantidan Yoga sudah membaik dan mereka merencanakan sebuah tunangan dan sebentar lagi akan melakukan pernikahan dalam waktu yang singkat ini. Ketika itu mereka tinggal dalam sebuah rumah kost yang sama di daerah Selatan – Jakarta, meskipun berbeda kamar, karena saat itu Yoga sedang mendapat pelatihan di Jakarta selama 6 bulan. Sebagai bekas teman dan atasan Eksanti, saya memang pernah dikenal dengan Yoga. Yoga ternyata begitu cemburuan. Memang harus aku akui kalau Eksanti memang cantik, bahkan terlalu cantik untuk ukuran Yoga itu.Padahal kalau menurutku sih, adalah hal yang biasa kalau serorang lelaki yang penampilan fisiknya biasa saja, ternyata memiliki seorang pacar yang cantik.

Aku mengatakan Eksanti cantik, bukan merupakan penilaianku yang subyektif. Banyak teman- tanya yang lain juga berpendapat begitu. Bahkan beberapa diantaranya berpendapat bahwa Eksanti memiliki daya tarik seks yang luar biasa tinggi. Bagi kaum lelaki, jika memandang mata Eksanti, boleh jadi langsung akan berfantasi macam-macam.

Percaya atau tidak, mata Eksanti begitu sayu seolah-olah pasrah’ ditambah lagi dengan’ yang seksi dan suka digigit-gigit, kalau Eksanti sedang gemes. Sungguh suatu ciptaan Tuhan yang sangat eksotis dan sensual. Ketika saya sempat bertemu dengan Yoga minggu, secara tidak sengaja kami menemukan suatu peluang bisnis yang mungkin bisa dikerjakan bersama antara kantorku dengan kantornya. Pikiranku segera jalan dan meminjam untuk dagang menitipkan sebuah proposal kepada Yoga untuk dibahas oleh tim kantornya di Malang.

Siang itu, sehabis pertemuan dengan salah satu klienku di sebuah kantor di daerah Kuningan, aku berencana mampir ke rumah kost Yoga ? yang juga rumah kost Eksanti – untuk menitipkan proposal yang aku janjikan. Aku mengendarai mobil menuju tempat kost Yoga. Sesampainya di sana, aku melihat garasi tempat mobil Yoga biasa diparkir dalam keadaan kosong yang menandakan Yoga sedang keluar. Namun aku tidak mengurungkan niatku untuk bertemu dengan Yoga. Setelah saya memarkir mobil di depan halaman rumah kost itu, saya masuk menuju ruang tamu yang pada saat itu pintunya dalam keadaan terbuka, dan langsung menuju ke kamar Yoga. Di dalam rumah itu ada four kamar dan kamar Yoga yang paling pojok, berhadapan dengan kamar Eksanti.

Masing-masing kamar tampak tampak pertanda tidak ada kehidupan di dalam rumah itu. Aku ingin menulis pesan di pintu kamar Yoga karena memang aku sangat perlu dengannya. Sementara aku sedang menuliskan pesan, samar-samar terdengar suara televisi dari dalam kamar Eksanti, di depan kamar Yoga, pertanda ada seseorang di dalam kamarnya. Aku memastikan kalau yang di kamar itu adalah Eksanti, orang lain. aku pintu sambil memanggil nama Eksanti.

Tidak beberapa lama kemudian pintu dibuka kira-kira sekepalan tangan dan aku melihat wajah Eksanti tampak dari celah pintu yang terbuka. “Eh, Mas.. cari Mas Yoga yaa.. Tadi pagi sih ditungguin, tapi Mas Yoga buru-buru berangkat Mas”, sebelum aku bertanya. Entah mengapa, ketika membocorkan mata Eksanti yang sayu itu, pikiranku jadi masa-masa indah yang pernah kami alami dulu. Aku sambil tersenyum sambil bertanya, “Kamu nggak ke kantor hari ini?” “Lagi kurang enak badan nih, Mas, tadi Santi bangunnya kesiangan, jadi male banget ke kantor”, singkatan, sambil menggigit bibir bawahnya.

Ada rasa maaf mengapa dia harus membolos ke kantor hari ini. oleh majalahsex.com “Terus, Yoga biasanya jam berapa pulangnya, Santi?”, bertanya-tanya berbasa-basi. “Mestinya sih jam 5 nanti, tapi mungkin bisa lebih lama, soalnya Mas Yoga hari ini ada tugas kelompok bersama teman-teman trainingnya”, agak kesal. Saat itu kira-kira jam 1 siang berarti Yoga pulang kira-kira 4 atau 5 jam lagi, pikiranku mulai nakal. Aku mencoba mencari bahan pembicaraan yang kira-kira bisa memperpanjang obrolan kami agar aku bisa lebih dekat dengan Eksanti. Agak lama aku terdiam. Aku memandang memandang, memandang yang basah. Bibirnya yang dipoles warna merah menambah sensual bentuk yang tipis dan memang sangat indah itu.Semakin lama aaku semakin aku berfantasi macam-macam. Sungguh, jantungku deg-degan saat itu.

sebuah desiran hangat mengalir keras di dadaku, dan aku sungguh yakin Eksanti pun masih memiliki getar rasa yang sama denganku. Setelah agak lama kami terdiam, “Teman-teman kamarmu yang lain pada kemana semua, Santi?”, dengan mata membocorkan sekeliling aku bertanya sekenaku, menanyakan keberadaan anak-anak kost yang lain. “Mas ini mau nyari Mas Yoga atau..”, kata-katanya terputus tapi aku menerjemahkan terjemahan kalimatnya dari senyuman di bisa. Akhirnya aku memutuskan untuk to the point aja. “Aku juga pengin ketemu kamu, Santi!”, jawabku setuju-pura. Dia tertawa pelan, “Mas, kenapa sih?”, ia memandangku lembut. “Boleh aku masuk, Santi? Ada sesuatu yang ingin kubicarakan denganmu,” jawabku lagi.“Sebentar, ya.. Mas, kamar Santi lagi berantakan nih!” Eksanti lalu menutup pintu di depanku. Tidak beberapa lama membuka pintu terbuka kembali, lalu masuk ke dalam kamarnya. Aku duduk di atas kasur yang digelar di atas lantai.

Eksanti masih sibuk memakai pakaian yang bertebaran di atas sandaran kursi sofa. Aku membocorkan tubuh Eksanti yang membelakangiku. Saat itu dia mengenakan kaos ketat warna kuning yang luasnya mulus. Aku memandang pinggulnya yang ditutup oleh celana pendek. Tungkainya panjang serta pahanya bulat dan mulus. Kejantananku menjadi tegang memandang semua keindahannya, ditambah dengan fantasiku dulu, ketika aku memiliki kesempatan untuk membelai-belai kedua pangkalnya itu. Kemudian Eksanti duduk di sampingku. Lututnya ditekuk sehingga celananya agak naik ke atas membuat pahanya semakin terpampang lebar. Kali ini tanpa malu-malu aku membocorkan dengan sepengetahuan Eksanti.Dia mencoba menarik turun ke ujung celananya untuk menutupi sedikit pahanya yang sedang saya nikmati. “Mas, mau bicara apa, sih?”,

Saat itu otakku berpikir cepat, aku takut kalau-kalau aku tidak punya bahan pembicaraan yang berhubungan dengannya. Soalnya dalam pikiranku saat itu hanya khayalan-khayalan untuk bercinta dengannya. “Mmm.. San.. aku beberapa hari ini sering bermimpi,”, kataku berbohong. Entah dari mana aku mendapatkan kalimat itu, aku sendiri tidak tahu tetapi aku merasa agak tenang dengan pernyataan itu. “Mimpi tentang apa, Mas?”, penjelasannya begitu serius menangapiku dilihat dari caranya memandangku. “Tentang kamu, San”, jawabku pelan. Bukannya kaget, malah sebaliknya dia tertawa mendengar bualanku. Sampai-sampai Eksanti menutup mulut agar suara tawanya tidak terdengar terlalu keras. “Emangnya Mas, mimpi apa sama aku?”, tanyanya penasaran.“Ya.. biasalah, kamu juga pasti tahu”, jawabku sambil tertunduk.

Cerita Dewasa – Tiba-tiba dia memegang tangan. Aku benar-benar terkejut lalu menoleh ke arahnya. “Mas ini ada-ada saja, Mas ‘kan sekarang sudah punya yang di rumah, lagian aku juga ‘kan sudah punya pacar, masa masih mau mimpi-mimpiin orang lain?” “Makanya aku juga bingung, Santi. Lagian kalaupun bisa, aku tidak ingin bermimpi tentang kamu, Santi”, jawabku pura-pura memelas. Kami sama-sama terdiam. Aku meremas jemari dengan perlahan lalu perlahan aku mengangkat menuju bibirku. Dia memperhatikanku pada saat aku melabuhkan ciuman mesra ke punggungku. Aku duduk posisiku agar lebih dekat dengan tubuhnya. Aku memandangi wajahnya. Mata kami berpandangan.Wajahku perlahan mendekati wajah, mencari tahu, semakin dekat dan tiba-tiba menghadap ke depan sehingga mulutku mendarat di pipinya yang mulus.

Kedua tanganku kini bergerak aktif pada tubuhnya. Tangan kananku menggapai dagunya lalu mengarahkan berhadapan dengan berhadapan. Aku meraup mulutku seketika dengan mulutku. Eksanti menggeliat pelan sambil menyebutkan namaku. “Mas.., cukup mas!”, mencoba mendorong dadaku untuk ide kegiatanku. Aku menghentikan aksiku, lalu pura-pura meminta maaf kepadanya. “Maafkan aku, Santi.. aku tidak sanggup lagi jika setiap malam memimpikan dirimu”, aku pura-pura menunduk lagi seolah-olah menyesali perbuatanku. “Aku mengerti Mas, aku juga tidak bisa menyalahkan Mas karena mimpi-mimpimu itu. ternyata juga, kita pernah merasa deket Mas”, sepertinya Eksanti memafkan dan memaklumi perbuatanku barusan. Aku mengungkapkan wajah lagi.Ada pertimbangan di wajah hanya saja aku tak tahu apa penyebabnya. Pipinya masih tampak memerah bekas cumbuanku tadi. “Aku juga ingin membantu Mas agar tidak perlu memikirkanku lagi, tapi..” kalimatnya terputus.

Dalam hati aku tersenyum dengan kalimat “ingin membantu..” yang diucapkannya. “Santi, aku hanya ingin pergi berdua denganmu, sekali saja.., sebelum kamu benar-benar menjadi Yoga. Agar aku bisa melupakanmu”, kataku memohon. “Kita kan sama-sama sudah ada yang punya, Mas.., nanti kalau ketahuan gimana?” Nah, kalau sudah sampai disini saya merasa mendapat angin. Kesimpulannya dia masih mau pergi denganku, asal jangan sampai ketahuan sama Yoga. “Seandainya ketahuan.. aku akan bertanggung jawab, Santi”, setelah aku memeluknya lagi. Dan kali ini dia benar-benar pasrah dalam pelukanku. Malah membalasku.Telapak perlahan-lahan mengelus punggungnya dengan mesra, sementara bibirku tidak tinggal diam menciumi pipi lalu turun ke lehernya yang jenjang. Eksanti mendesah.

Aku menciumi kulitnya dengan penuh nafsu. mulutku meraup. Eksanti diam saja. Aku melumat saat, lalu aku menjulurkan lidahku perlahan-lahan berjalan perlahan seperti mempersilakan lidahku untuk menjelajah rongga. Nafasnya tidak teratur ketika lidahku memilin lidahnya. Kesempatan ini saya gunakan untuk membelai payudaranya. Perlahan-lahan telapak tangan saya tarik dari punggungnya melalui ketiaknya. Tanpa berhenti mendekat, telapak tangan kini sudah berada di sisi payudaranya. Aku benar-benar hampir tidak bisa menguasai birahiku saat itu. Apalagi aku sering membayangkan kesempatan seperti saat ini terulang lagi bersamanya. Kini tangan kami sudah berada di atas gundukan daging di atas penyerangan.Tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil, justru yang seperti ini yang paling indah menurutku.

Pada saat saya mulai meremas payudaranya yang kanan, tangan Eksanti mencoba menahan aksiku. Payudaranya masih kencang dan membuatku semakin bernafsu untuk meremas-remasnya. “Mas, jangan sekarang Mas.. Santi takut..”, katanya berulang kali. Saya juga merasa tindakanku saat itu betul-betul nekat, apalagi pintu kamar masih terbuka setengah. Jangan-jangan ada orang lain yang melihat perbuatan kami. Wah, bisa gawat jadinya. Aku akhirnya berdiri dari tempat dudukku untuk menyaksikan suasana. Aku akhirnya berdiri dari tempat dudukku untuk menyaksikan suasana. Aku akhirnya berdiri dari tempat dudukku untuk menyaksikan suasana.

Aku tipe laki-laki yang suka terburu-buru dalam berbagai hal, khususnya dalam masalah percintaan. Aku kini duduk di kursi sofa menghadap Eksanti, sedangkan Eksanti masih di atas kasur sambil memperbaiki rambut dan kaosnya kuningnya yang agak kusut. “Mas, mau ngajak Santi ke mana sih”, Eksanti mengungkapkan. “Pokoknya tempat di mana tidak ada orang yang bisa mengganggu ketenangan kita, Santi”, jawabku sambil memandang permukaan yang baru saja aku remas-reMas. Eksanti duduk sambil bersandar pada kedua tangan di belakang untuk menahan beban. Payudaranya jadi tampak menonjol. Aku memandang nakal ke arah payudaranya sambil tersenyum. Kakinya diluruskan hingga menyentuh telapak kakiku.“Tapi kalau ketahuan.. Mas yang tanggung jawab, yaa..”, katanya menuntut penjelasanku lagi. Aku mengangguk.

“Terus kapan jalan-jalannya, Mas?”, “Gimana kalo besok sore jam 4, besok ‘kan Jum’at, bisa pulang lebih awal ‘kan?”, tanya. “Ketemu di mana?”, tanyanya penasaran. “Kamu telepon aku, kasih tahu kamu lagi dimana saat itu, lalu aku akan bertemumu di sana, bagaimana?”, tanya lagi. Dia tersenyum, “Wah, Mas ternyata pintar banget untuk urusan begituan.”, Aku tertawa. “Tapi aku nggak mau kalau Mas nakalin aku kayak dulu lagi!!,” tegasnya. Saya namun pura-pura mengiyakan, soalnya tadi saya merasa besok saya sudah bisa menikmati kehangatan tubuh Eksanti seperti dulu lagi. besok sengaja aku memilih waktu hari karena aku ingin mengajaknya menginap, kalau mau. Namun aku diam saja, yang penting dia sudah mau aku ajak pergi, tinggal penyelesaiannya saja.Lagian kenapa harus minta tanggung jawab, aku tidak melakukan apa-apa dengannya, pikirku lagi. Ah, lihat besok sajalah.

Pukul three siang, akhirnya aku harus kembali ke kantorku, memang Eksanti juga meminta aku segera pulang karena dia juga takut jika tiba-tiba Yoga memergoki kami sedang berdua di kamar. Namun sebelum pulang aku masih sempat menikmati bibir Eksanti sekali lagi waktu berdiri di samping pintu. Aku malah menekan tubuh Eksanti hingga punggungnya bersandar di dinding. kesempatan ini aku gunakan untuk menekan kejantananku yang sedari tadi butuh distribusi ke selangkangannya. oleh majalahsex.com Tetapi hal itu tidak akan berlangsung lama karena situasinya memang tidak memungkinkan. oleh majalahsex.com Di kantor.., di rumah.. aku selalu gelisah. Kejantanan saya terus menegang membayangkan apa yang telah dan akan saya lakukan terhadap Eksanti nanti.setiap hari, saat aku menunggu tibanya saat bertemu, aku merasa waktu begitu lambat.

Aku mulai gelisah ketika fifteen menit telah lewat, namun Eksanti belum juga meneleponku. Aku mulai menghitung detik-detik yang berlalu hingga hampir setengah jam, dan tiba-tiba handphoneku berbunyi. saya mengangkat telepon itu. Dari seberang sana aku mendengar suara Eksanti yang sangat aku nanti-nantikan. Eksanti meminta maaf sebelumnya, karena kesibukannya hari itu tidak memungkinkan baginya untuk pulang dari kantor lebih awal. Banyak pekerjaan yang menumpuk, karena kemarin tidak masuk ke kantor. Saat itu ia memintaku untuk bertemunya di sebuah wartel dekat pertigaan di seberang kantornya. Aku langsung menyambar kunci mobil, lalu keluar dari kantorku dan menghadap ke wartel tempat di mana Eksanti sedang menungguku.

Aku memarkir mobil di depan wartel itu, dan tak lama melihat aku melihat Eksanti keluar dari wartel, dengan memakai kaos ketat warna oranye Mickey Mouse (di bagian depan tokohnya, pakaian favorit jeans warna abu-abu. Blazer bekerja ia lepas, dan ditenteng bersama tugas kerjanya. Aku masih ingat, ia memang selalu tampil ke kantor dengan pakaian santai setiap hari. Eksanti langsung naik ke atas mobilku, setelah tidak ada orang lain yang melihatnya di tempat itu. Aku tersenyum melihatnya. ini Bibirnya tidak dipoles dengan lipstik merah seperti biasanya. Ia hanya menyapukan lipgloss tipis, yang membuat jantungku semakin deg-degan.Aku segera menancap gas menuju tol ke arah Ancol. Selama perjalanan, aku dan Eksanti tentang berbagai hal, termasuk Yoga dan kehidupan keluargaku.

Sesampainya di Ancol aku mengajak Eksanti untuk makan di sebuah rumah makan di tepi laut yang nuansa romantisnya sangat terasa. Tanpa canggung lagi aku memeluk pinggang Eksanti, pada saat kami memasuki rumah makan tersebut. Eksanti juga membantukan memanfaatkan di pinggangku. Setelah memesan makanan dan minuman, aku memeluknya lagi. Tanganku bergerilya di sekitar pinggangnya yang terbuka. Suasana lesehan di rumah makan itu, yang ruangannya disekat menjadi beberapa tempat dengan pembatas dinding bilik yang tinggi, membuat saya bisa bertindak dengan leluasa kepada Eksanti. “Tadi malam mimpi lagi, nggak?”, tanyanya memecah keheningan. “Tidak, tapi aku sempat gelisah nggak bisa tidur karena terus membayangkanmu”, jawabku tanpa malu-malu.Eksanti tertawa sambil memainkan mencubit pinggangku.

Hari sudah menjelang malam ketika kami meninggalkan tempat itu. Setelah berputar-putar di sekitar lokasi pantai, akhirnya aku memutuskan untuk menyewa sebuah kamar pada sebuah pondok di kawasan Ancol. Semula Eksanti menolak, karena dia takut kalau kami tidak bisa menahan diri. Aku akhirnya berharap Eksanti bahwa sebenarnya aku hanya ingin berdua saja dengannya, sambil memeluk tubuhnya, itu saja. Akhirnya Eksanti mengalah. Ketika kami telah berada di kamar cottage itu, Eksanti tampak jadi pendiam. Dia duduk di atas kursi memandang ke arah laut, sementara aku rebahan di atas tempat tidur. Saya mencoba mencairkan suasana, dengan bertanya-tanya mengenai kesibukan pekerjaan hari itu.Selama aku bertanya kepadanya, ia hanya menjawab singkat dengan kata-kata iya dan tidak. Hanya itu yang keluar dari mulutnya. “Mas,bokep viral

Report this page